Browse: Home > >
Naseem Saifi, seorang tokoh Ahmadiyah kelahiran Qadian, dengan lantangnya berkata:
"Coba tunjukkan padaku, apa yang telah dicapai oleh mereka (Ulama-ulama) yang memusuhi Ahmadiyah itu? Adakah hasil yang mereka peroleh, ataukah mereka sanggup membendung masuknya orang-orang ke dalam Ahmadiyah?
Jelas sekali, mereka telah gagal, bahkan jika seribu satu macam kitab diterbitkan untuk menentang Ahmadiyah, mereka pasti gagal !!"
Dengan tantangan yang begitu gigih itu, maka Ahmadiyah dengan segala kerapiannya mempertontonkan diri di mata orang lain, dalam bentuk keIslamannya yang baik. Apa yang logis, yang segar dan mudah untuk dicerna kaum Muslimin, telah disuguhkan oleh Ahmadiyah. Lebih banyak kitab-kitab Ahmadiyah disertakan didalamnya dengan catatan maupun mukaddimah, bahwa Syahadat Ahmadiyah adalah syahadat kaum Muslimin, bahwa rukun Islam dan rukun iman Ahmadiyah adalah sama dengan kaum Muslimin, memang pada kenyataannya sama. Hal ini tidak perlu dibantah, bahkan Ahmadiyah menegaskan lagi:
"Ahmadiyah sehelai rambutpun tidak menyimpang dari ajaran Qur'an dan Sunnah Rasul kita Muhammad s.a.w. Untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam di seluruh dunia Ahmadiyah melalui cara dan jalan yang dihalalkan oleh Islam dan dibenarkan oleh undang-undang dan peraturan yang berlaku di mana Ahmadiyah berada dengan menekankan: mengirimkan muballigh-2 nya ke seluruh dunia; menyiarkan Al-Qur'an dalam berbagai bahasa yang hidup di dunia seperti bahasa-bahasa: Inggris, Jerman, Perancis, Italy, Belanda, Spanyol, Scandinavia, Persia, dan lain-lain; mendirikan mesjid-mesjid di seluruh dunia termasuk mesjid-mesjid di Eropah, Amerika Serikat, Afrika dan lain-lain; menyiarkan buku-buku secara cuma-cuma tentang berbagi masalah seperti perbandingan agama, sistim ekonomi dalam Islam, Kapitalis dan Komunis. Dan seterusnya."
Excelent dan menyilaukan bukan? Justru karena inilah, maka usaha-usaha untuk menemukan bentuk yang lama dari Ahmadiyah yakni bentuk fitrahnya, akan mengalami kesulitan dan mungkin kegagalan seperti yang dilantangkan Naseem Saifi di atas. Hal ini telah diduga sebelumnya dan dinyatakan oleh Pujangga besar Isla, DR. Mohammad Iqbal. Beliau berkata:
"Para Ulama di dunia yang menggunakan pedoman atau hujjah-hujjah Theologis untuk berhadapan dengan aliran Ahmadiyah, pada kenyataannya tidak berhasil mencapai kesempurnaan buat menengok kebagian sebelah dalam dari Ahmadiyah. Cara-cara mereka itu bukan suatu methode yang effektif. Bahkan bila mereka mencapai suatu success, itu hanya semu (sementara) belaka."
Justru karena pedoman atau hujjah theologis yang dipakai para Ulama itu, Ahmadiyah kemudian berputar haluan, berganti taktik, merobah sikap dan menutup segala kemungkinan untuk mengenal asal-usul maupun bentuknya yang semula. Ini terbukti dari adanya kegiatan missi Ahmadiyah yang lebih banyak menonjolkan kerja dan jasa atas nama Islam, daripada mengungkapungkap lagi perihal kedudukan maupun jabatan-jabatan pendirinya, Mirza Ghulam Ahmad. Sudah tentu, dari suatu organisasi yang baik dan sempurna, lebih-lebih dengan keuangannya yang padat, Ahmadiyah sanggup menonjolkan dirinya sebagai organ Islam yang militant.
Lebih daripada itu, aliran Mirza Ghulam Ahmad ini telah menyatakan dirinya sebagai Organisasi bentukan Tuhan , sebagai Islam sejati dan sebagai "illa wahidah" hanya satu yang masuk sorga dari 73 pecahan ummat Islam itu, Karenanya kedudukan illa wahidah pada gerakan Ahmadiyah itu, telah mendorong orang-orang Ahmadiyah untuk tugas suci mengIslamkan kembali kaum Muslimin, atau dengan kata lain, meng"ahmadiyah"kan mereka.
Jelas di sinilah letaknya benih pemecah-belah kesatuan Islam serta mengobrak-abrik ketentraman iman mayoritas ummat Islam yang telah berjalan hampir empat-belas abad itu. Maka tidaklah ragu untuk menyatakan bahwa pujian-pujian yang datang dari orang-orang Barat kepada Ahmadiyah adalah semata-mata untuk tujuan menyuburkan benih pemecah dan pengacau iman itu.
Di Indonesia, hampir di setiap kota-kota besar, Ahmadiyah dapat memperoleh tempat yang subur buat pertumbuhannya. Meskipun gerakannya lambat namun aliran ini kian hari kian meluas serta membawa bekas. Bahkan di suatu tempat di Jawa Barat, dekat kota Cirebon, sebuah desa atau kecamatan bernama Kayu Manis, Ahmadiyah telah menjadikannya sebagai proyek daerah tauladan, dimana hampir seluruh penduduknya di sana menganut faham yang diajarkan Mirza Ghulam.
0 komentar:
Posting Komentar