Browse: Home > >
Umat Yahudi
Nabi Musa menyeru umatnya -bangsa Israel dan umat manusia secara umum untuk menyembah Allah semata. Seruan tauhid kepada seluruh umat manusia yang diemban Nabi Musa menjadikannya berhadapan dengan bangsa Mesir yang menuhankan Fir'aun. Nabi Musa telah berhasil dengan misinya, kitab Taurat ditinggalkan kepada kaumnya. Tapi sayang bahwa risalah tauhid tersebut tidak disebarkan oleh umatnya kepada manusia secara umum, karena menganggap diri mereka `berbeda'. Al-Qur'an banyak memberitakan bahwa memang bangsa Yahudi dikarunia akal yang tinggi. Karunia tersebut sangat disayangkan ketika disikapi sebagai alasan untuk membedakan dirinya dengan umat lain. Sikap `berbeda' inilah yang membuat mereka bersikap melampaui batas. Banyak Nabi yang telah mereka bunuh, ajaran Rasulpun mereka rubah, kini mereka lebih menyukai Talmud dari pada menggunakan Taurat, Padahal Talmud sendiri ditulis berdasarkan dua komentar atas Taurat yang terkenal, yaitu Mishnah dan Gemara.
"Wahai anakku, hendaklah engkau lebih mengutamakan fatwa dari para ahli kitab (Talmud) dari pada ayat-ayat Taurat". (Talmud kitab Erubin: 2b-edisi Soncino).
Perasaan `berbeda' itu mereka tunjukkan dengan arogansi dan hegemoni keduniaan atas umat lain, dengan tolak ukur materialisme. Mereka lebih menonjolkan superioritas yang lebih menyerupai sikap nasionalisme-rasisme dari pada penyebaran risalah tauhid yang bersifat universal. Ajaran Nabi Musa As, akhirnya tergeser oleh kepentingan duniawi, dan risalah tauhid berhenti di tengah jalan.
Atas arogansi yang mereka lakukan, Allah mengirimkan Rasul yang berikutnya yaitu Nabi Isa As. Umat Yahudi yang merasa lebih baik tentu saja tidak akan mengakui kenabian Isa As. Seperti yang pernah mereka lakukan kepada nabi mereka sendiri, maka perlakuan mereka kepada Nabi Isa As. (Jesus) juga sama bahkan mungkin lebih. Tema sentral penyudutan yang mereka lancarkan adalah masalah kelahiran Nabi Isa As. yang tanpa ayah. Dengan kejam umat Yahudi menuduh Nabi Isa As.sebagai anak haram. Perlakuan semacam ini tentu saja mendapat reaksi pembelaan dari pengikut Nabi Isa As. -yang mengajarkan "jika kau dipukul pipi yang kanan, maka berikanlah pipi yang kiri"-. Sepeninggal Nabi Isa As. sikap yang bermula dari pembelaan menjadi berlebihan ketika bercampur dengan kepentingan. Sikap berlebihan inilah yang menjerumuskan umat ini hingga menganggap nabinya `bukan manusia' tapi lebih dari itu diangkat ke derajat `tuhan'. Kultus individu yang sering dilakukan oleh manusia terhadap siapapun yang mereka sayangi dan mereka hormati. Apalagi setelah bercampur kepentingan agar dapat menolak anggapan Yahudi bahwa Nabi Isa As. adalah anak haram.
Segala macam argumentasi dibangun hingga sampai pada pernyataan bahwa nabi Isa (Jesus) adalah firman/kalam Allah yang qodim/abadi setelah sebelumnya menyebut ‘anak' -satu derajat di atas nabi/rasul-. Istilah kalam terpaksa dipakai untu menyatakan bahwa dia bukan manusia. Dilengkapi dengan qodim/abadi untuk menghindari bahwa ia adalah makhluq. Tapi, mari kita berpikir sejenak. Manusia adalah makhluk tertinggi - kecuali yang menyamakan dirinya dengan kera- sedangkan nabi/rasul berada dipuncak mereka. Di atas derajat itu hanya ada satu yaitu Pencipta. Selain Pencipta hanya ada makhluq. Jika manusia tertinggi dinaikkan derajatnya satu tingkat oleh manusia, itu sama saja dengan menuhankan manusia.
0 komentar:
Posting Komentar