Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook


Kesan tentang Waktu

Yang kita kesani sebagai waktu sebenarnya sebuah cara membandingkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Hal ini bisa dijelaskan dengan sebuah contoh. Misalnya, ketika menepuk sebuah benda, seseorang
mendengar suara tertentu. Ketika menepuk benda yang sama lima menit kemudian, ia mendengar suara lagi. Mengira bahwa ada jeda di antara dua suara, ia menyebutnya “waktu.” Namun, pada saat mendengar suara kedua, suara pertama yang didengarnya tak lebih sekeping kenangan di benaknya, sekadar sepotong informasi di bayangannya.
Orang merumuskan kesan “waktu” dengan membandingkan
peristiwa yang dialaminya dengan peristiwa di dalam ingatannya. Jika pembandingan ini tidak dilakukan, ia tidak akan memiliki kesan waktu sama sekali.
Serupa itu, penghuni sebuah ruangan membuat perbandingan ketika melihat seseorang masuk melalui sebilah pintu dan duduk di kursi bertangan di tengah ruangan. Pada saat si tamu duduk di kursi, citra-citra
yang terkait dengan peristiwa-peristiwa ia membuka pintu dan berjalan menuju kursi disusun sebagai potongan-potongan informasi di benak. Kesan waktu terjadi ketika orang membandingkan antara orang yang
duduk di kursi dan potongan-potongan informasi yang dikenang itu.
Singkatnya, waktu muncul sebagai hasil pembandingan informasi yang disimpan di otak. Jika orang tak memiliki ingatan, otaknya tak dapat membuat tafsiran-tafsiran sedemikian sehingga ia tak akan pernah
membentuk konsep waktu. Orang menetapkan bahwa dirinya berumur 30 tahun hanya karena ia telah menimbun di benaknya informasi yang terkait dengan masa 30 tahun itu. Jika ingatannya tidak ada, maka ia tak akan bisa berpikir tentang masa sebelumnya itu dan hanya akan mengalami satu “peristiwa” di mana ia sedang menjalaninya.

François Jacob, seorang cendekiawan terkenal sekaligus profesor genetika pemenang Nobel, menyatakan yang berikut di dalam bukunya Le Jeu des Possibles (Permainan Kemungkinan):

Film-film yang diputar mundur memungkinkan kita membayangkan sebuah dunia dengan waktu mengalir mundur. Sebuah dunia dengan susu memisahkan diri dari kopi dan melompat keluar cangkir untuk mencapai periuk susu;
dengan tembok-tembok memancarkan berkas-berkas untuk dikumpulkan di sebuah sumber cahaya, bukan sebaliknya; sebuah dunia dengan sebutir batu melompat ke telapak tangan seorang laki-laki
lewat kerjasama menakjubkan tak terhitung tetesan air yang melonjak bersama-sama. Namun, di dalam dunia berwaktu terbalik dan berciri-ciri yang berlawanan, proses-proses otak kita, dan cara ingatan kita menyusun informasi, akan sama-sama bekerja mundur. Hal ini juga benar bagi masa lalu dan masa depan, walau dunia akan tampak bagi kita persis sebagaimana adanya saat ini.

Karena otak kita terbiasa ke urutan tertentu peristiwa, dunia tidak bekerja seperti dijelaskan di atas. Kita mengira bahwa waktu selalu mengalir maju. Akan tetapi, ini sebuah putusan yang diambil di otak dan, karena
itu, bersifat relatif. Nyatanya, kita tidak pernah dapat mengetahui bagaimanakah waktu mengalir atau bahkan benarkah waktu mengalir! Inilah karena waktu bukan suatu fakta mutlak, tetapi hanya semacam kesan

Kesimpulan ke arah mana kita dipandu oleh temuan-temuan ilmiah mutakhir adalah bahwa waktu bukan fakta mutlak seperti yang dikira kaum materialis, tetapi hanya sebuah kesan relatif. Yang paling menarik
adalah bahwa fakta yang tak terungkapkan hingga abad ke-20 oleh ilmu pengetahuan ini telah disingkapkan kepada manusia di dalam Al Qur’an 14 abad silam.
Ada berbagai rujukan di dalam Al Qur’an tentang relatifitas waktu.
Mudah menemukan di dalam banyak ayat Al Qur’an fakta yang secara ilmiah terbukti bahwa waktu adalah sebuah kesan psikologis yang bergantung pada peristiwa, suasana, dan keadaan. Misalnya, seluruh kehidupan seseorang adalah masa yang sangat pendek seperti disampaikan Al Qur’an kepada kita:
Pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhiNya sambil memujiNya dan kamu mengira bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (QS Al Isra, 17: 52)

Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka,
(mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan satu sama lain. (QS Yunus, 10: 45)

Hal-hal tentang kematian, Surga, Neraka, Hari Kiamat, dan perubahan
dimensi akan dipahami. Pertanyaan-pertanyaan penting seperti “Di manakah Allah?”, “Siapakah yang ada sebelum Allah?”, “Siapakah yang menciptakan Allah?”, “Berapa lamakah kehidupan dalam kubur?”, “Di manakah Surga dan Neraka?” dan “Apakah Surga dan Neraka benar-benar ada?” akan mudah terjawab. Seketika dipahami bahwa Allah menciptakan seluruh alam semesta dari ketiadaan, pertanyaan-pertanyaan
“Kapankah?” dan “Di manakah?” menjadi kehilangan makna karena tidak ada lagi ruang dan waktu. Ketika ketiadaan ruang dipahami, bahwa Neraka, Surga dan Bumi sesungguhnya ada di tempat yang sama akan dimengerti.
Bila ketiadaan waktu dipahami, bahwa segala sesuatu terjadi pada suatu titik tunggal akan dimengerti: tidak ada yang perlu ditunggu dan waktu tidak berjalan, sebab segala sesuatu telah terjadi dan selesai.
Saat rahasia ini dipahami, dunia menjadi Surga bagi kaum mukmin. Semua kecemasan, kegelisahan, dan ketakutan material akan lenyap. Ia menangkap bahwa seluruh alam semesta memiliki Penguasa tunggal,
bahwa Dialah yang mengubah seluruh dunia fisik menurut kehendakNya, dan yang harus kita lakukan hanya kembali kepadaNya. lalu berserah diri sepenuhnya kepada Allah, “menjadi hamba yang saleh
(QS Ali Imran, 3: 35).

0 komentar:

Posting Komentar

 
2012 Digitalprint and Multimedia | Blogger Templates | Powered by Blogger.com
Template modified by: Tukang Toko Online